Rabu, 25 April 2012

Ilmu Pengetahuan Menurut Ulama Salaf



Ilmu menurut ulama salaf mencakup ilmu syara’, ilmu akaldan ilmu bahasa. Ringkasnya mencakup  ilmu agama dan ilmu dunia.
Imam Abu Umar bin Abdul Birr r.a., dalam kitabnya yang terkenal Jami’u Bayanil-Ilmi, berkata, “Definisi ilmu menurut ulama dan kalangan mutakallimin (teolog muslim) pada makna ini adalah suatu yang dianggap yakin dan jelas. Setiap orang yang meyakini sesuatu dan menganggapnya jelas, berarti dia telah berilmu (mengetahui hal itu). Karena itu, orang yang tidak meyakini sesuatu dan berpendapat secara taklid, berarti ia tidak mengetahui.
Taklid, menurut ulama, berbeda dengan iitiba’. Ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang  dengan mengetahui terlebih dahulu keutamaan pendapat dan kebenaran mazhabnya. Sedangkan taklid adalah mengikuti pendapat seseorang  tanpa mengetahui arah dan makna ucapannya. Bahkan, pendapat yang salah sekalipun karena rasa segan dan hormat kepada orang yang mengatakannya, tetap diikuti. Prinsip semacam ini diharamkan dalam agama Allah.
Ilmu terbagi menjadi dua: Ilmu dharuri dan Ilmu muktasab. Ilmu dharuri adalah pengetahuan yang dimiliki orang yang berilmu akan sesuatu tanpa meragukannya dan tidak dirasuki subhat. Ia mendapatkan ilmu itu tanpa proses berpikir dan merenung, dan ia mengetahuinya melalui perasaan dan akal. Contohnya seperti mengetahui bahwa sesuatu itu mustahil bergerak dan diam sekaligus, atau berdiri sekaligus duduk, atau sakit dan sehat pada waktu yang bersamaan. Yang termasuk ilmu dharuri adalah sesuatu yang didapatkan lewat pancaindera, seperti indera perasa yang dengan jelas bisa diketahui sesuatu yang pahit dari yang manis dengan pasti, jika indera itu tidak cacat. Juga seperti indera penglihatan yang dengannya bisa melihat warna-warna dan benda-benda, dan indera pendengaran yang dengannya bisa mendengar berbagai suara.
Termasuk pula dalam ilmu dharuri adalah pengetahuan manusia bahwa di dunia ini  ada Mekkah, India, China dan berbagai negeri yang mereka kenal.
Adapun ilmu muktasab adalah ilmu yang berdasarkan pada pembuktian dengan dalil dan nazhar ‘perenungan’. Ilmu ini ada yang samar dan ada yang jelas. Semakin dekat kepada ilmu dharuri, maka ia semakin jelas, sedangkan yang semakin  menjauh darinya semakin samar.
Objek ilmu ada dua:  syahid ‘yang tampak’ dan gaib. Syahid diketahui secara dharuri, sedangkan gaib diketahui dengan petunjuk dari yang tampak.
Sementara itu, menurut semua agama, ilmu ada tiga: ilmu tinggi, ilmu rendah dan ilmu pertengahan.
Ilmu rendah adalah ilmu yang menggunakan anggota tubuh dalam pekerjaan dan ketaatan. Seperti berkuda, menjahit dan lainnya.
Ilmu tinggi adalah ilmu agama yang tidak boleh seseorang membicarakannya kecuali apa yang diturunkan Allah dalam kitab-kitab-Nya dan melalui rasul-rasul-Nya secara tekstual atau maknawi.
Ilmu pertengahan adalah mengetahui ilmu-ilmu dunia yang pengetahuan sesuatu diketahui dengan mengetahui bandingannya dan dibuktikan dengan jenis serta macamnya, seperti ilmu kedokteran dan teknik.
Imam Abu Hamid al-Ghazali dan ulama-ulama berpendapat bahwa mempelajari dan menguasai setiap ilmu yang menjadi pilar tegaknya agama dan dunia, seperti ilmu kedokteran dan ilmu lainnya, adalah fardu kifayah.
Artinya, jika ada sejumlah orang dari umat, yang memenuhi tuntutan-tuntutan umat, menutupi kebutuhannya, serta tidak menjadi beban bagi orang lain dari segi sipil dan militer, maka dosa dan beban seluruh umat telah terangkat. Sebaliknya, jika sejumlah oramh ini tidak menguasai setiap bidang ilmu yang dibutuhkan umat, maka umat seluruhnya berdosa karena melalaikan kewajiban jamaah yang ditanggung secara bersama-sama, dengan perbedaan dalam tingkat pertanggungjawabannya. Tentunya tanggung jawab orang bodoh tidak sama dengan tanggung jawab orang berilmu. Dan tanggung jawab pemerintah berbeda dengan tanggung jawab rakyat kecil.
Bahkan al-Ghazali dan ulama lainnya berpendapat bahwa hukum mempelajari dasar-dasar perindustrian dan teknologi yang bermacam-macam yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat madani merupakan kewajiban atas umat.
Pada masa sekarang, industri dan teknologi yang memajukan peradaban modern telah merasuki semua bidang kehidupan dengan kemajuan yang mencengangkan. Manusia berhasil mempersempit jarak dan mempersingkat waktu serta menghemat tenaga. Kita selalu berbicara tentang revolusi teknologi, revolusi biologi, revolusi komunikasi, revolusi informasi dan revolusi lainnya yang telah mengubah wajah kehidupan. Maka karena umat Islam wajib berperan dalam revolusi tersebut, tidak hanya jadi penonton pada saat dunia terus bergerak. Agama mewajibkan umat untuk selalu berada di depan, bukan di belakang.
Al-Quran telah mengisyaratkan industry dan teknologi yang bermacam-macam, seperti industri logam dalam teknologi militer dan sipil. Hal ini diisyaratkan dalam ayat,(
$uZø9tRr&ur yƒÏptø:$# ÏmŠÏù Ó¨ù't/ ÓƒÏx© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 …..
Artinya:“Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, …”
Masih banyak isyarat-isyarat dalam al-Quran tentang penggunaan industri dan teknologi. Sekarang tergantu kita sebagai umat Islam, apakah hanya akan menggunakan hasil industry dan teknologi saja atau ikut serta di dalamnya.





Daftar Pustaka
Qadhawi, Yusuf. 1996. Al-Aqlu Wal ‘Ilmi Fiil Quranil Kariim (Al-Quran Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan). Jakarta: Gema Insani Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar