Rabu, 25 April 2012

Ilmu Pengetahuan Adalah Syarat Utama Dalam Kepemimpinan


Di antara keutamaan ilmu pengetahuan yang diisyaratkan al-quran, adalah al-quran menganggap   pengetahuan  sebagai prasyarat utama dalam setiap pos kepemimpinan. Umat tidak boleh dipimpin oleh orang-orang yang jahil, akan tetapi harus dipimpin oleh orang-orang yang berilmu.  Umat yag menyerahkan tugas kepemimpinan  kepada orang-orang yang  bodoh hanyalah menggali kuburan dengan cakaran jari-jarinya. Karena, pemimpin seperti itu tidak menuntun kecuali pada kesesatan dan bencana. Seorang penyair berkata,
“ jika saja gagak menjadi petunjuk suatu kaum maka ia akan menunjuki kepada bangkai anjing.”
Para ulama mengisahkan Bisyar bin Barad, seorang penyair terkenal dan tunanetra. Suatu hari Ia ditanya oleh seseorang yang matanya normal tentang sebuah jalan atau tempat. Ia menjawab, “Ke sinilah, kutunjukkan padamu.” Kemudian, ia bersajak sambil menyindir,
“Seorang buta menuntun orang yang melihat, tak ada bapak bagi kalian! Sungguh tersesat orang-orang yang orang-orang buta menunjukinya.”
Oleh karena itu, kita mendapati bahwa al-quran menyebutkan ilmu sebagai faktor penentu untuk jabatan khilafah di bumi.
Kita juga mendapatkan dalam kisah Thalut bagaimana ilmu menjadi slah satu modal utama dalam kepemimpinan militer. Hal itu terdapat dalam firman Allah SWT:
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah". nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?"[155]. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang zalim.
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah:246-247)

Kaum Bani Israil itu berkata kepada Nabi mereka,
“Angkatlah bagi kami seorang raja yang dengannya kami berperang di jalan Allah.”
Maksudnya, merekalah yang menginginkan dan meminta hal itu. Namun, tatkala Allah SWT mewujudkan keinginan dan permintaan mereka dan menentukan bagi mereka seorang nabi yang ditunggu-tunggu dengan mambawa wahyu Allah, timbullah karakter asli mereka, yaitu membangkang dan melawan.
Mereka berkata,
“Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripada dia, sedang dia pun tidak diberikan kekayaan yang banyak?”
Dulu kedudukan pemerintahan yang besar dipegang oleh orang-orang yang memiliki dirham dan dinar tidak bagi yang memiliki bashirah ‘mata hati’ dan ketajaman pikiran. Orang-orang fakir mesti diputus dari segala keistimewaan walaupun mereka memiliki kelebihan dan bakat.
Dari sini Nabi mereka menolak,
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”
Al-Biqa’I menulis dalam tafsirnya, “Orang-orang yang memiliki kemampuan dalam mengatur dan melaksanakan segala perkara hal ini menunjukkan persyaratan ilmu dalam kepemimpinan. Sedangkan mendahulukan potensi ilmu dari potensi tubuh menunjukkan bahwa keutamaan jiwa lebih mulia ketimbang keutamaan tubuh dan sebagainya.” (Nazmud-Durar: 3/418)
“Berpengetahuan” berarti berpengalaman dan cakap pada sesuatu yang diamanatkan padanya.

Ilmu Pengetahuan Adalah Jalan Menuju Keyakinan Dan Mendekatkan Kita Pada Allah SWT.


Selain ilmu merupakan bukti keimanan, seperti digambarkan al-Quran , ilmu juga merupakan jalan menuju keyakinan. Yakin, menurut ar-Raghib adalah ketenangan pemahaman disertai keteguhan hukum. Yakin adalah lawan dari zhan ‘prasangka’ dan syak ‘keraguan’. Dalam as-Shihah kita jumpai keterangan bahwa yakin adalah ilmu dan hilangnya syak. Karena itu Allah SWT berfirman ketika mengomentari para musyrikin,
Dan apabiladikatakan (kepadamu),’sesunguhnya janji Allah SWT itu adalah benar dan hari bangkit itu tidak ada keraguan padanya,’ niscaya kamu menjawab,’Kami tidak tahu apakah hari kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanya menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak meyakini(nya).’” 
Yakin kepada Allah SWT, ayat-ayat-Nya, dan perjumpaan dengan-Nya adalah tujuan setiap muslim dan ia berupaya keras untuk mewujudkannya agar meraih ketenangan hati dan kebahagiaan jiwa. Ia bisa menggapai tingkatan ini dengan ilmu yang mendalam dan jauh dari kejahilan dan keraguan. Allah SWT berfirman,
“… sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kamu yang yakin.” (QS. Al-Baqarah:118)
Selain itu al-Quran juga menjadikan yakin dan sabar sebagai dua sayap yang membuat manusia terbang menuju kedudukan imamah ‘kepemimpinan’ dalam agama.  Allah SWT berfirman:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk Dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan mereka meyakini ayatayat Kami”. (QS. As-Sajdah:24)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Dengan sabar dan yakin, kepemimpinan dalam keagamaan bisa diraih”.
Seperti yang kita ketahui, setan memerangi manusia dengan dua pasukan inti: pasukan syahwat dan pasukan syubhat. Dengan syahwat setan merusak amal manusia, sedangkan dengan syubhat ia merusak akidah dan pikirannya. Seorang mukmin ketika berperang dengan setan menggunakan dua senjata utama: senjata sabar untuk mengalahkan syahwat dan senjata yakin untuk merobohkan syubhat.
Allah SWT mengecam orang yang tidak memiliki keyakinan di dalam hatinya, melalui firman-Nya:
“…bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.” (QS. An-Naml:82)
Syeikhul Arifin Junaid al-Baghdadi berkata, ‘Yakin adalah mantapnya Ilmu yang tidak terbalik, tidak berpindah, dan tidak berubah dalam hati’.
Ilmu adalah awal derajat-derajat yakin. Yakin adalah anugerah Allah SWT yang paling utama kepada hambaNya. Tidaklah ia mendapat hidayah hati, ridlo dan berserah diri kecuali dengan yakin.

Hubungan Agama Islam dengan Pengetahuan




Kehadiran agama Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW., diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.  Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia menyingkap hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, al-Quran dan Hadits, tampak amat ideal. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, cinta kebersihan, berakhlak mulia dan bersikap positif.
Fazlur Rahman, sejalan dengan pernyataan tersebut, berpendapat bahwa ajaran al-Quran menitikberatkan pada monoteisme dan keadilan sosial.



Sejak kehadiran Islam di muka bumi ini, Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan akhirat. Muamalah jauh lebih luas dari ibadah. Keterkaitan agama dengan masalah kemanusiaan menjadi penting, jika dikaitkan dengan situasi kemanusiaan di zaman modern ini.
Dewasa ini manusia menghadapi berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan dengan problematik di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Di balik kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan sesuatu yang dapat menghancurkan martabat manusia. Umat manusia telah berhasil  mengorganisasikan ekonomi dan menata struktur politik. Membangun peradaban maju untuk dirinya sendiri, tetapi pada saat yang sama manusia telah menjadi tawanan dari hasil ciptaanya sendiri. Sejak manusia memasuki zaman modern, manusia mengembangkan potensi rasional, irrasional dan belenggu hukum alam yang mengikat kebebasan manusia. Tetapi ternyata di dunia modern ini manusia tidak dapat melepaskan diri dari belenggu lain, yaitu penyembahan pada hasil ciptaan dirinya sendiri.
Dalam keadaan demikian, sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia dari berbagai problema tersebut di atas. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Hubungan Islam dengan pengetahuan sangat erat kaitannya, karena Islam tanpa ilmu pengetahuan berarti buta. Ilmu tanpa iman menyebabkan musyrik.
Ilmu pengetahuan yang bernuansa islam adalah ilmu pengetahuan yang mengakui adanya upaya gerakan kelompok yang membela, bertindak, bersifat dan sejalan dengan ilmu keislaman.
Dengan ilmu bernuansa Islam, dapat dibangun segala bidang berdasarkan agama Islam. Tidak perlu takut atau khawatir terhadap dominasi sains baru dan globalisasi yang terjadi dari golongan manapun, karena sesungguhnya segala ilmu itu bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa. Islam membuka diri terhadap seluruh warisan budaya Islam. Islam adalah sebuah paradigm terbuka.
Kehidupan manusia ingin tetap terpelihara dengan baik, dan ilmu pengtahuan diharapkan dapat menjadi salah satu alternative yang strategis bagi pengembangan manusia pada era globalisasi.

Ilmu Pengetahuan Menurut Ulama Salaf



Ilmu menurut ulama salaf mencakup ilmu syara’, ilmu akaldan ilmu bahasa. Ringkasnya mencakup  ilmu agama dan ilmu dunia.
Imam Abu Umar bin Abdul Birr r.a., dalam kitabnya yang terkenal Jami’u Bayanil-Ilmi, berkata, “Definisi ilmu menurut ulama dan kalangan mutakallimin (teolog muslim) pada makna ini adalah suatu yang dianggap yakin dan jelas. Setiap orang yang meyakini sesuatu dan menganggapnya jelas, berarti dia telah berilmu (mengetahui hal itu). Karena itu, orang yang tidak meyakini sesuatu dan berpendapat secara taklid, berarti ia tidak mengetahui.
Taklid, menurut ulama, berbeda dengan iitiba’. Ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang  dengan mengetahui terlebih dahulu keutamaan pendapat dan kebenaran mazhabnya. Sedangkan taklid adalah mengikuti pendapat seseorang  tanpa mengetahui arah dan makna ucapannya. Bahkan, pendapat yang salah sekalipun karena rasa segan dan hormat kepada orang yang mengatakannya, tetap diikuti. Prinsip semacam ini diharamkan dalam agama Allah.
Ilmu terbagi menjadi dua: Ilmu dharuri dan Ilmu muktasab. Ilmu dharuri adalah pengetahuan yang dimiliki orang yang berilmu akan sesuatu tanpa meragukannya dan tidak dirasuki subhat. Ia mendapatkan ilmu itu tanpa proses berpikir dan merenung, dan ia mengetahuinya melalui perasaan dan akal. Contohnya seperti mengetahui bahwa sesuatu itu mustahil bergerak dan diam sekaligus, atau berdiri sekaligus duduk, atau sakit dan sehat pada waktu yang bersamaan. Yang termasuk ilmu dharuri adalah sesuatu yang didapatkan lewat pancaindera, seperti indera perasa yang dengan jelas bisa diketahui sesuatu yang pahit dari yang manis dengan pasti, jika indera itu tidak cacat. Juga seperti indera penglihatan yang dengannya bisa melihat warna-warna dan benda-benda, dan indera pendengaran yang dengannya bisa mendengar berbagai suara.
Termasuk pula dalam ilmu dharuri adalah pengetahuan manusia bahwa di dunia ini  ada Mekkah, India, China dan berbagai negeri yang mereka kenal.
Adapun ilmu muktasab adalah ilmu yang berdasarkan pada pembuktian dengan dalil dan nazhar ‘perenungan’. Ilmu ini ada yang samar dan ada yang jelas. Semakin dekat kepada ilmu dharuri, maka ia semakin jelas, sedangkan yang semakin  menjauh darinya semakin samar.
Objek ilmu ada dua:  syahid ‘yang tampak’ dan gaib. Syahid diketahui secara dharuri, sedangkan gaib diketahui dengan petunjuk dari yang tampak.
Sementara itu, menurut semua agama, ilmu ada tiga: ilmu tinggi, ilmu rendah dan ilmu pertengahan.
Ilmu rendah adalah ilmu yang menggunakan anggota tubuh dalam pekerjaan dan ketaatan. Seperti berkuda, menjahit dan lainnya.
Ilmu tinggi adalah ilmu agama yang tidak boleh seseorang membicarakannya kecuali apa yang diturunkan Allah dalam kitab-kitab-Nya dan melalui rasul-rasul-Nya secara tekstual atau maknawi.
Ilmu pertengahan adalah mengetahui ilmu-ilmu dunia yang pengetahuan sesuatu diketahui dengan mengetahui bandingannya dan dibuktikan dengan jenis serta macamnya, seperti ilmu kedokteran dan teknik.
Imam Abu Hamid al-Ghazali dan ulama-ulama berpendapat bahwa mempelajari dan menguasai setiap ilmu yang menjadi pilar tegaknya agama dan dunia, seperti ilmu kedokteran dan ilmu lainnya, adalah fardu kifayah.
Artinya, jika ada sejumlah orang dari umat, yang memenuhi tuntutan-tuntutan umat, menutupi kebutuhannya, serta tidak menjadi beban bagi orang lain dari segi sipil dan militer, maka dosa dan beban seluruh umat telah terangkat. Sebaliknya, jika sejumlah oramh ini tidak menguasai setiap bidang ilmu yang dibutuhkan umat, maka umat seluruhnya berdosa karena melalaikan kewajiban jamaah yang ditanggung secara bersama-sama, dengan perbedaan dalam tingkat pertanggungjawabannya. Tentunya tanggung jawab orang bodoh tidak sama dengan tanggung jawab orang berilmu. Dan tanggung jawab pemerintah berbeda dengan tanggung jawab rakyat kecil.
Bahkan al-Ghazali dan ulama lainnya berpendapat bahwa hukum mempelajari dasar-dasar perindustrian dan teknologi yang bermacam-macam yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat madani merupakan kewajiban atas umat.
Pada masa sekarang, industri dan teknologi yang memajukan peradaban modern telah merasuki semua bidang kehidupan dengan kemajuan yang mencengangkan. Manusia berhasil mempersempit jarak dan mempersingkat waktu serta menghemat tenaga. Kita selalu berbicara tentang revolusi teknologi, revolusi biologi, revolusi komunikasi, revolusi informasi dan revolusi lainnya yang telah mengubah wajah kehidupan. Maka karena umat Islam wajib berperan dalam revolusi tersebut, tidak hanya jadi penonton pada saat dunia terus bergerak. Agama mewajibkan umat untuk selalu berada di depan, bukan di belakang.
Al-Quran telah mengisyaratkan industry dan teknologi yang bermacam-macam, seperti industri logam dalam teknologi militer dan sipil. Hal ini diisyaratkan dalam ayat,(
$uZø9tRr&ur yƒÏptø:$# ÏmŠÏù Ó¨ù't/ ÓƒÏx© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 …..
Artinya:“Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, …”
Masih banyak isyarat-isyarat dalam al-Quran tentang penggunaan industri dan teknologi. Sekarang tergantu kita sebagai umat Islam, apakah hanya akan menggunakan hasil industry dan teknologi saja atau ikut serta di dalamnya.





Daftar Pustaka
Qadhawi, Yusuf. 1996. Al-Aqlu Wal ‘Ilmi Fiil Quranil Kariim (Al-Quran Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan). Jakarta: Gema Insani Press

Tasawuf dan Ilmu Pengetahuan


Perkembangan ilmu pengetahuan modern di satu sisi telah membawa kemajuan untuk kehidupan manusia, tetapi di sisi lain menmbulkan ancaman bagi kelangsungan hidup manusia  jelas ditunjukkan untuk memusnahkan manusia. Juga kemajuan ilmu pengetahuan telah memungkinkan kegiatan industri dapat menguras sumber daya alam yang sebesar-besarnya, yang kemudian merusak lingkungan hidup dan mengancam kelangsungan hidup manusia.
Kenyataan itu menyadarkan kita tentang perlunya etika dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Selama ini berkembang suatu asumsi bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, tetapi kenyataan tadi menunjukan bahwa netralitas nilai ilmu pengetahuan tidak dapat dipertahankan lagi.
Menurut Jalaluddin Rahmat, etika harus dipertimbangkan dalam setiap tahap proses ilmiah, yang meliputi pemilihan masalah ilmiah, penelitian ilmiah, dan penerapan imiah (teknologi).
Proses ilmiah dimulai ketika ilmuan menyeleksi fenomena alamiah untuk ditelaah. Hal yang kan dseleksi ditentukan oleh konsepsinya tentang apa yang penting dan mengapa fenomena tertentu bermakna.
Ilmuan harus memutuskan, pemilihan masalah ilmiah itu penting buat siapa? Buat dirinya, buat negaranya, buat dunia bisnis, buat umat manusia secara keseluruhan? Bolehkah suatu penelitian ilmiah dijalankan dengan mengorbankan orang-orang pada masa kini, tetapi memberikan kebahagiaan generasi masa depan, atau membahagiakan generasi sekarang, walaupun mengorbankan generasi mendatang?.
Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab dengan melibatkan pertimbangan-pertimbangan nilai, dengan kata lain harus merujuk kepada etika. Sebenarnya tidak ada kegiatan ilmua yang tidak didasarkan pada etika tertentu. Bukankah ketika ilmuan memulai upaya ilmiah ia telah didorong untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti mencari kebenaran, meningkatkan karier, memuliakan kehidupan, memelihara lingkungan tau hanya sekedar mencari uang.
Kalau ia memandang kebajikan tertinggi adalah penemuan kebenaran ilmiah, maka ia akan memilih masalah yang menarik baginya, walaupun mungkin masalah ilmiah itu dapat menimbulkan masalah sosial.
Pertmbangan etis itu juga berlaku dalam proses penelitian ilmiah. Ketika melakukan penelitian ilmuan harus memperhatikan prosedur penelitian yang dilakukanya. Kalau penelitiannya berkenaan dengan manusia, maka apakah penelitian itu tidak menimbulkan kerugian bagi subyek penelitiannya, apakah mereka ditipu atau sukarela menjadi peserta penelitian.
Paling tidak sebagai peneliti ilmiah ia harus mempertahankan kejujuran, keterbukaan dan kesungguhan hati, menghindari manipulasi data (dalam arti negatif), pemalsuan informasi, dan sebagainya, yang merunthkan nilai sains itu sendiri.
Kemudian pertibangan stis juga beralaku dalam keputusan ilmiah. Setelah penelitian selesai dilakukan ilmuan harus menentukan, apakah hipotetis dapat diterima atau ditolak, sejauh manakah kesalahan yang dapat ditolelir, apa dasar pertimbangan, misalnya suatu jenis obat akan dipasarkan.
Akhirnya, pertimbangan etis juga berlaku dalam ilmu terapan (teknologi). Bila tujuan upaya ilmiah itu semata-mata bersifat kognitif (menambah informasi), maka yamg lahir ialah imu murni (pure science). Kalau tujuannya terutama sekali adalah hal-hal yang praktis, mka yang muncul adalah ilmu terapan (applied science).
Dalam semua proses ilmiah peranan etika sangat jelas dalam ilmu terapan atau teknologi. Teknologi selalu sarat akan nilai dan berkaitan dengan pertanyaan : untuk apa, siapa yang menerapkan teknologi dan untuk siapa?.
Ketika ilmuan berdebat tentang apakah kita mengambil teknologi canggih atau tepat guna sebenarnya kita sedang melakukan pertimbangan nilai. Ketika kita hendak memutuskan, apakah perlu mengadakan satelit siaran langsung (direct broadcasting satellite), pertimbangannya bukan hanya rasio manfaat-mudharat, tetapi siapa yang diuntungkan dan yang dirugikan.
Dengan melihat perlunya peranan etika dalam semua proses ilmiah, maka netralitas nilai ilmu pengetahuan sekaligus dipertanyakan dengan beberapa alasan, yaitu bahwa sebagai ilmuwan dapat menerima atau menolak hipotesis. Kemudian tidak ada hipotesis ilmiah yang sepenuhnya terbukti, tetapi semuanya dapat dikoreksi. Karena itu, ilmuwan harus memutuskan bahwa bukti cukup kuat untuk menjamin diterimanya suatu hipotesis.
Peranan etika dalam proses ilmiah akan makin jelas bila diingat bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial dan fungsi edukatif, yaitu mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional, memberikan peringatan kepada mereka bila melihat ada bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan mereka, dan memonitor dampak sains dan teknologi serta menyampaikan hasil monitoringnya kepada masyarakat.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengembangkan etika bagi proses ilmiah? Dalam Islam, etika secara praktis diajarkan oleh tasawuf. Tasawuf mengajarkan bahwa perbuatan manusia, termasuk kegiatan proses ilmiah, didorong oleh bisikan hati.
Itu sebabnya hati harus dibersihkan dari hal buruk, kemudian diisi dengan hal-hal yang baik. Kalau hati terbiasa dengan hal-hal yang baik, maka bisikan hatinya juga akan baik, sehingga akan melahirkan perbuatan baik pula. Sebaliknya, jika hati terbiasa dengan hal-hal yang buruk, maka bisikan hatinya menjadi buruk, yang kemudian mendorongnya kepada perbuatan buruk pula.
Sebagimana halnya tubuh, hati juga dapat berbuat. Menurut Abu Hamid al Ghazali, ada empat tahap perbuatan hati manusia. Ia menjelaskan:
“Yang pertama terlintas dalam hati adalah bisikan kepada sesuatu, seperti wanita yang berjalan di belakang seseorang, yang ia menoleh kepadanya, ia akan melihatnya”.
“Yang kedua ialah bergeraknya hasrat untuk melihat wanita itu, yang merupakan gerakan nafsu. Ini berasal dari bisikan pertama yang merupakan kecenderungan ilmiah”.
“Yang ketiga adalah keputusan hati bahwa ia harus melakukannya, yakni melihat wanita itu. Jika karakter orang itu netral, maka hasratnya tidak akan bangkit selama ada faktor pengalih perhatian, seperti rasa malu atau takut, kondisi ini disebut proses peyakinan diri sebagai kelanjutan dari bisikan”.
“Yang keempat adalah tekad untuk melihatnya dan melakukan sesuatu kepadanya, dan ini kami sebut keyakinan, niat atau maksud, untuk berbuat”.
Dengan demikian, ada empat tahap pernuatan hati, yaitu bisikan, kecenderungan, peyakinan diri dan niat. Allah SWT mendorong manusia untuk berbuat baik dengan memberi pahala pada setiap tahap perbuatan hati tersebut bila berkenaan dengan kebaikan. Sebaliknya, Allah SWT tidak menjatuhkan dosa pada setiap tahap perbuatan hati itu bila berkenaan dengan keburukan. Dosanya hanya muncul kalau niat atau maksud hati itu direlisasikan oleh tubuh.
Jelaslah bahwa praktek tasawuf didorong oleh bisikan hati atau intuisi, sedang proses ilmiah didasarkan pada pengalaman empiris atau indera. Kedua hal ini tidak bertentangan, karena berasal dari diri yang sama, yaitu manusia. Karena itu, etika sebagai manifestasi bisikan hati yang baik tidak bertentangan dengan proses ilmiah. Malah keduanya saling memperkuat untuk keutuhan dan kebaikan manusia. Inilah salah satu makna penting tasawuf dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Rabu, 11 April 2012

MUDAHNYA ISLAM




Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya.

Agama Islam merupakan  agama yang mudah bukan agama yang sulit. Allah menghendaki kemudahan bagi hambaNya bukan kesusahan atas mereka. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Ketika Dia menyebutkan hukum tentang puasa, Dia berfirman,

يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah juga berfirman setelah menyebutkan hukum tentang thaharah,

مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni’mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (al Maidah: 6)

Rasulallah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

Sesungguh agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan”.[1]

Dahulu ketika Rasulallah shallallahu ‘alaihi wassalam mengutus utusan beliau bersabda,

يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا

Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari”[2].

Rasulullah pun juga bersabda,
 “Sesungguhnya kalian diutus sebagai seseorang yang memudahkan bukan sebagai seseorang yang mempersulit”[3].
Semua hal tersebut menunjukkan bahwa Islam itu mudah.

Setiap sesuatu yang telah Allah syariatkan bagi hambaNya pada asalnya adalah mudah. Contoh mudahnya syari’at Allah adalah sebagai berikut:

Contoh pertama : Sholat 5 Waktu

Sholat lima waktu merupakan  induk dari ibadah amaliyah dan pada asalnya dia adalah mudah. Jika kita total dalam sehari semalam tidak lebih dari 75 menit (misalkan tiap sholat butuh 10 menit, wudhu 5 menit) padahal dalam sehari semalam ada 24 jam (1440 menit). Dan sebagian besarnya pada waktu-waktu luang seperti dhuhur pada waktu istirahat siang.

Contoh kedua: Zakat

Besarnya zakat yang dikenakan pada harta (barang dagangan, uang, emas, perak) hanya 1/40 (2,5%) dari nilai harta tersebut dan ini tentu tidak berat. Selain itu tidak semua harta yang dimiliki terkena zakat seperti rumah yang ditempati, kendaraan yang dipakai dan lainnya. Sebagaimana Sabda Rasulallah shallallahu ‘alaihi wassalam,

ليس على المسلم في عبده ولا فرسه صدقة
” Tidak ada kewajiban zakat atas muslim pada budak dan kudanya.”[4]

Contoh ketiga : Puasa

Puasa yang diwajibkan bagi seorang muslim hanya puasa ramadhan yang mana hanya selama 1 bulan padahal dalam satu tahun ada 12 bulan. Dan sebagaimana kita ketahui puasa hanya dilakukan di waktu siang hari saja, tentu ini suatu kemudahan. walhamdulillah.

Contoh keempat : Haji

Syariat telah mensyaratkan dalam ibadah haji adanya istitha’ah (kemampuan) sebagaiman firmanNya ,

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”.(Ali Imran: 97)

Hal tersebut karena letak masyaqqah (kesulitan) dalam ibadah haji terletak pada perjalanan sampai ke baitullah dan dalam melakukan manasik haji. Dengan demikian pada hakikatnya ibadah haji juga mudah bagi yang melaksanakannya, karena yang dikenai kewajiban hanya yang mampu melaksanakannya.

Syariat yang pada asalnya sudah mudah jika ada penghalang/kesulitan maka ada keringanan atau kemudahan yang lain. Berikut ini kami berikan beberapa contoh,

Contoh pertama: dalam masalah Thaharah

Allah mewajibkan thaharah (wudhu/mandi) dengan air tetapi jika sakit atau karena ada halangan yang lain untuk menggunakan air maka diperbolehkan bertayamum. Sebagaimana dalam hadist yang shahih saat Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu sariyah (perang tanpa Rasulallah) dan dia junub pada suatu malam yang dingin. Dia pun tayammum lalu mengimammi shalat sahabat yang lain. Sebagian sahabat melapor pada Nabi bahwa Amr bin Ash telah mengimami manusia dalam keadaan junub. Rasulallahu pun bersabda padanya, “Apakah kamu  shalat bersama sahabatmu dalam keadaan junub?” Dia pun menjawab, “Ya Rasulallah bukankan Allah telah berfirman,

عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً

Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(an Nisa: 29)

Rasulallah pun tertawa membenarkan apa yang telah ia kerjakan (bertayamum di malam yang begitu dingin sehingga takut menggunakan air)[5].

Contoh kedua : dalam Shalat

Wajib bagi seorang muslim shalat fardhu dengan berdiri, andaikata tidak mampu maka boleh dengan duduk atau dengan sesuai dengan kemampuan. Sebagaimana Rasulullah bersabada, “Shalatlah dalam keadaan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka sambil berbaring”[6].

Contoh ketiga: dalam Puasa

Wajib bagi seorang muslim berpuasa di bulan Ramadhan.Namun, jika sakit maka boleh menunda puasanya sampai sembuh. Demikian juga dengan orang yang sedang musafir boleh mengganti pada hari yang lainnya. Sebagaimana Allah berfirman,

وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.“ (al Baqarah: 185)

Dan jika karena tua atau sakit yang menahun -yang sulit diharapkan untuk sembuh- maka boleh mengganti puasa dengan fidyah yaitu memberi makan orang miskin.

Contoh keempat: dalam Haji

Wajib bagi seorang muslim untuk untuk menunaikan manasik haji sendiri jika mampu. Namun jika seseorang memiliki harta tetapi tidak mampu untuk menunaikan manasik maka boleh ia mewakilkan pada orang lain. Sebagaimana seorang wanita yang mendatangi Nabi dan bertanya apakah ia boleh berhaji untuk bapaknya yang sudah berumur, maka Nabi menjawab, “Iya, hajikan untuknya”[7].

Syari’at Islam adalah mudah. Kemudahan syari’at Islam berlaku dalam semua hal, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang ‘aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya. Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.8

Demikianlah agama islam, agama yang mudah. Namun, tidak dibenarkan bersikap bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat. Sebagian orang melakukan hal-hal yang menyimpang lalu mengatakan “Islam itu agama yang mudah”.  Yang diinginkan mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syari’at. Bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, namun yang diinginkan dengannya adalah sebuah kebatilan.


Selesai disusun di Riyadh, 2 Rabi’ul Awwal 1432 H (5 Februari 2011)
Abu Zakariya Sutrisno
Artikel: www.thaybah.or.id / www.ukhuwahislamiah.com

Artikel ini Kami sarikan dari kitab Mandzumah Ushulu al Fiqh wa Qawa’idih karya Syaikh Shalih al Utsaimin rahimahullah (Cet.Darul ibn Jauzi hal 63-66).
Maraji’:
[1]. Dikeluarkan Bukhari dalam Kitabul Iman (39) dari hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
[2]. Dikeluarkan Bukhari dalam Kitabul ‘Ilmu (69) dari hadist Anas radhiyallahu ‘anhu.
[3]. Dikeluarkan Bukhari dalam Kitabul Wudhu’ (217) dari hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
[4]. Dikeluarkan Bukhari dalam Kitabuz Zakat (1365) dan Muslim dalam Kitabuz Zakat (8/982) dari hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
[5]. Ahmad (4/203-204) dan Abu Dawud dalam kitab Thaharah (334). Disahihkan oleh Hakim dan adz Dzahabi.
[6]. Dikeluarkan Bukhari dalam kitab Taqshiiri Shalat (1066) dari hadist ‘Imran bin al Hushain radhiyallahu ‘anhu.
[7]. Dikeluarkan Bukhari dalam kitabul Hajj (1442), Muslim dalam kitabul Hajj (407/1334).
[8]. Dikutip dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor Cetakan ke 2 tentang islam itu agama yang mudah.

Semoga bermanfaat,
Jika terdapat kesalahan dalam penulisan, mohon di koreksi......
Terima Kasih...........
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.

Selasa, 10 April 2012

Insha Allah Lyrics

Insha Allah - Maher Zain Video and Lyrics




Insha Allah Lyrics
By: Maher Zain

Everytime you feel like you cannot go on
You feel so lost
That your so alone
All you is see is night
And darkness all around
You feel so helpless
You can’t see which way to go
Don’t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insha Allah x3
Insya Allah you’ll find your way

Everytime you commit one more mistake
You feel you can’t repent
And that its way too late
Your’re so confused, wrong decisions you have made
Haunt your mind and your heart is full of shame
Don’t despair and never loose hope
Cause Allah is always by your side
Insha Allah x3
Insya Allah you’ll find your way
Insha Allah x3
Insya Allah you’ll find your way
Turn to Allah
He’s never far away
Put your trust in Him
Raise your hands and pray
OOO Ya Allah
Guide my steps don’t let me go astray
You’re the only one that showed me the way,
Showed me the way x2
Insyaallah x3
Insya Allah we’ll find the way


Video & Lyrics Information
Artist: Maher Zain
Album: Thank You Allah
Lyrics: Maher Zain & Bara Kherigi
Melody: Maher Zain
Arrangement: Maher Zain & Hamza Namira
Copyright: Awakening Records 2009

NUMBER ONE FOR ME - MAHER ZAIN VIDEO AND LYRIC

NUMBER ONE FOR ME - MAHER ZAIN VIDEO AND LYRIC


Aku suka banget lagu ini....

Liriknya menyentuh, dan membuat aku sadar atas besarnya pengorbanan ibuku selama ini....

Check this out for the Lyrics....

"Number One For Me"

I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain I put you through
Mama now I'm here for you
For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it's time for you to rise
For all the things you sacrificed
[Chorus:]
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Mum I'm all grown up now
It's a brand new day
I'd like to put a smile on your face every day
Mum I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face every day
You know you are the number one for me [x3]
Oh, oh, number one for me
And now I finally understand
Your famous line
About the day I'd face in time
'Cause now I've got a child of mine
And even though I was so bad
I've learned so much from you
Now I'm trying to do it too
Love my kid the way you do
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Mum I'm all grown up now
It's a brand new day
I'd like to put a smile on your face every day
Mum I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face every day

You know you are the number one for me [x3]
Oh, oh, number one for me
There's no one in this world that can take your place
Oh, I'm sorry for ever taking you for granted, ooh
I will use every chance I get
To make you smile, whenever I'm around you
Now I will try to love you like you love me
Only God knows how much you mean to me
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you
Mum I'm all grown up now
It's a brand new day
I'd like to put a smile on your face every day
Mum I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face every day
You know you are the number one for me [x3]
Oh, oh, number one for me

Senin, 09 April 2012

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil


Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Menurut Prof.Dr.Winardi,SE bunga adalah balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang.
Menurut Sloan and Zurcher, interest (bunga) adalah sejumlah uang yang dibayar untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan persentase modal yang bersangkut paut dengan hal itu (suku bunga modal).
Menurut Fuad Muhammad Fachrudin disebutkan bahwa bunga ialah keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang lain yang meminjam. Menurutnya bunga yang dipungut oleh bank itu haram hukumnya karena hal itu sama dengan Riba. Sebab, pembayannya lebih dari uang yang dipinjamkannya.
Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan dalam tabel berikut:


BUNGA
BAGI HASIL
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Pembatalan Mudharabah


Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
  • 1.      Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.  Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah.  Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi pemilik modal karena pengelola sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya
  • 2.     
  • Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian.
  • 3.      Apabila  atau pemilik modal meninggal dunia maka mudharabah menjadi batal. Bila hal itu terjadi pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah lagi, Pengelola wajib mengembalikannya kepada ahli warisnya, kemudian jika modal itu mengunyungkan, keuntungannya dibagi dua. 

Pembagian Mudharabah


Dilihat dari transaksinya (akad) yang dilakukan pemilik modal dengan pekerja (pelaksana), mudharabah terbagi dua:
1.      Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharabah tanpa syarat. Dalam  Mudharabah Muthlaqah pekerja bebas mengolah modal itu dengan usaha apa saja yang menurut perhitangannya akan dapat keuntungan dan diarah mana yang diinginkan.
2.      Mudharabah muqayyadah, yaitu penyerahan modall dengan syarat-syarat tertentu. Dalam Mudharabah Muqayyadah pekerja mengikuti syarat-syarat yang dicantumkan oleh pemilik modal. Umpamanya, harus mendagangkan barang-barang tertentu, didaerah tertentu dan membeli barang pada unit produser tertentu.
Perbedaan pendapat ini muncul disebabkan apakah sifat kedua belah pihak tidak boleh membatalkan akad tersebut secara sepihak atau akad tersebut tidak mengikat sama sekali.
Jenis Mudharabah
  1. Profit and Loss Sharing. Dalam jenis ini, konsekuensinya adalah jumlah laba yang dibagihasilkan dikurangi terlebih dahulu dengan semua biaya-biaya yang diperlukan sehingga jumlah labanya menjadi lebih sedikit.
  2. Revenue Sharing (berbagi pendapatan). Dalam jenis ini, konsekuensinya adalah jumlah laba yang dibagihasilkan lebih banyak, tetapi bagi pengelola atau mudharib jumlah bagi hasilnya menjadi berkurang karena semua ongkos yang digunakan untuk pengelolaan menjadi tanggungannya.

Rukun dan Syarat Mudharabah


Menurut ulama Syafi’iyah, rukun-rukun Qiradh ada enam, yaitu:
1.      Pemilik barang yang menyerahkan barang-brangnya;
2.      Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang;
3.      Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dan pengelola barang;
4.      Mal, yaitu harta pokok atau modal;
5.      Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba;
6.      Keuntungan.
Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah ialah ijab dan Kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.
Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
1.      Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang berbentuk emas atau perak batangan, atau emas hiasan, mudharabah tersebut batal.
2.      Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf, maka dibatalkan  akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada dibawah pengampunan.
3.      Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang kemudian akan dibagikan kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
4.      Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya.
5.       Melafadzkan ijab dari pemilik modal.
6.     Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang dinegara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu pada waktu-waktu tertentu, sementara diwaktu lain tidak. Karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah yaitu keuntungan.